Sistem Informasi Penelusuran Perkara
PENGADILAN NEGERI BALE BANDUNG
INFORMASI DETAIL PERKARA



Nomor Perkara Pemohon Termohon Status Perkara
11/Pid.Pra/2022/PN Blb ACH. M. SYAM PRADIPTA, SE. KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH JAWA BARAT, RESOR KOTA BANDUNG, UNIT TIPIDKOR Minutasi
Tanggal Pendaftaran Rabu, 14 Des. 2022
Klasifikasi Perkara Sah atau tidaknya penetapan tersangka
Nomor Perkara 11/Pid.Pra/2022/PN Blb
Tanggal Surat Rabu, 14 Des. 2022
Nomor Surat ---
Pemohon
NoNama
1ACH. M. SYAM PRADIPTA, SE.
Termohon
NoNama
1KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH JAWA BARAT, RESOR KOTA BANDUNG, UNIT TIPIDKOR
Kuasa Hukum Termohon
Petitum Permohonan

Dengan ini Pemohon mengajukan permohonan  Praperadilan atas sah atau tidaknya penetapan status Tersangka dugaan tindak  pidana korupsi terkait pelaksanan program MGM (Member Get Member) yang diaksanakan oleh PT. Bank Pembangunan Jawa Barat dan Banten Tbk Kcp Pangalengan Kantor Cabang Soreang pada periode bulan juli 2019 s/d mei 2021 sebagai mana dimaksud dalam pasal 2 dan atau pasal 3 Undang – Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana  Korupsi  sebagaimana  telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan  atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi atas nama ACH M SYAM PRADIPTA/ ACHMAD  MAJUDIN SYAM PRADIPTA.SE berdasarkan surat Ketetapan Nomor :SP.Tap/203.a/X/2022/Reskrim Tentang Penetapan Tersangka yang diterbitkan oleh  KEPALA  POLISI  REPUBLIK  INDONESIA  DAERAH  JAWA BARAT  RESOR  KOTA BANDUNG, Cq. PENYIDIK / PENYIDIK PEMBANTU UNIT TIPIDKOR POLRESTA BANDUNG.

DASAR HUKUM

Bahwa Permohonan Praperadilan ini di ajukan berdasarkan undang undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP),Yang mana Di dalam Pasal 77 Berbunyi Sebagai berikut:

“Pengadilan Negeri Berwenang untuk memeriksa dan memutus, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang undang ini tentang:

Sah Tidaknya Penagkapan, Penahanan, Penghentian Penyidikan atau Penghentian Penuntutan;

Ganti Kerugian dan atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya dihentikan pada Tingkat Penyidikan atau Penuntutan”.

Terkait dengan hal tersebut diatas, Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU/XII/2014 memperluas kewenangan prapradilan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan pasal 77 hutuf a KUHAP, tetapi termasuk juga Penetapan Tersangka, Penyitaan dan Penggeledahan. Sehubungan dengan Putusaan Tersebut Selanjutnya Mahkamah Agung mengeluarkan Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2016 Tentang Larangan Peninjauan Kembali Putusan Praperadilan.

Pasal 2

 1 Obyek Praperadilan adalah:

sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan, penetapan tersangka, penyitaan dan penggeledahan;

ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seseorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan.

2 Pemeriksaan Praperadilan terhadap permohonan tentang tidak sahnya penetapan tersangka hanya menilai aspek formil, yaitu apakah ada paling sedikit 2 (dua) alat bukti yang sah dan tidak memasuki materi perkara

Adapun alasan - alasan Pemohon didalam mengajukan Permohonan Praperadilan ini adalah sebagai berikut :

Bahwa PEMOHON adalah PJ Pemimpin KCP Pangalengan Cabang Soreang BANK Pembangunan Jawa Barat dan Banten Tbk pada periode Agustus 2018 s/d Maret 2021 berdasarkan Surat Keputusan direksi nomor:0709/SK/DIR-HC/2018 tertanggal 17 Juli 2018 yang ditetapkan di Bandung ;

Bahwa PEMOHON telah diberikan sanksi kepegawaian berupa pemberhentian sebagai pegawai pengai Bank BJB Berdasarkan Surat Keputusan direksi nomor 0097/SK/DIR-HCA/2022 tertanggal 8 Maret 2022 yang ditetapkan di Bandung;

Bahwa, pada Tanggal 13 Oktober 2022 PEMOHON memperoleh Surat Ketetapan Tersangka sehubungan dengan dugan Tindak Pidana Korupsi terkait pelaksanaan program MGM (Member Get Member) yang diselenggarakan oleh PT. Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk, Kcp Pangalengan Kantor Cabang Soreang pada periode bulan juli 2019 s/d mei 2021, sebagai dimaksud dalam pasal 2 dan atau 3 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang undang Nomor 20 Tahun 2001 Tetang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi berdasarkan Surat Nomor : SP.Tap/203.a/X/2022/Reskrim, Tentang Penetapan Tersangka  yang diterbitkan oleh KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH JAWA BARAT RESOR KOTA BANDUNG Cq. PENYIDIK / PENYIDIK PEMBANTU UNIT TIPIDKOR POLRESTA BANDUNG tertanggal 13 Oktober 2022;

Bahwa dalam Surat Penetapan Tersangka tersebut, disebutkan PEMOHON diduga melakukan tindak pidana berdasarkan Pasal 2 dan atau Pasal 3 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagai mana telah dibuat dengan Undang-undang nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Pasal 2 menyatakan:

Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta Rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar Rupiah).

Dalam hal tindak pidana korupsi sebagai mana dimaksud dalam ayat (1) dilakuka dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan

Pasal 3 menyatakan : “Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi menyalah gunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta Rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar Rupiah)” PEMOHON DENGAN TEGAS MENOLAK PENETAPAN TERSANGKA YANG DITERBITKAN OLEH TERMOHON TERHADAP DIRI PEMOHON KARENA TIDAK ADA BUKTI PERMULAAN YANG SAH  BERKENAAN DENGAN UNSUR – UNSUR YANG TERKANDUNG  PADA PASAL 2 DAN ATAU 3 UNDANG – UNDANG TINDAK PIDANA KORUPSI TERSEBUT;

Bahwa terkait sangkaan TERMOHON terhadap PEMOHON  melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud Pasal 2 dan atau pasal 3 Undang-undang pemberantasan tindak pidana korupsi, jelas merupakan sangkaan yang tidak berdasarkan alat bukti permulan yang sah. Alasan TERMOHON menetapkan status PEMOHON sebagai tersangka adalah karena PEMOHON dianggap melakukan tindak pidana korupsi berdasarkan Laporan Hasil Audit Investigasi atas Penyimpangan Oprasioanl dan Kredit di KCP pangalengan KC Soreang berdasarkan surat hasil audit nomor : 014/AI-AF/LHA-INV/2021, hasil audit investigasi internal tersebut jelas lah tidak bisa  dijadikan sebagai bukti permulaan terhadap seorang Tersangka tindak pidana korupsi karna bukan Lembaga yang berhak untuk menentukan kerugian Negara ;

Bahwa  berdasarkan Surat Edaran Mahkamah Agung/SEMA Nomor 4 Tahun 2016 Mengatakan sebagai berikut ;

“instansi yang berwenang menyatakan ada tidaknya kerugian keuangan Negara adalah Badan Pemeriksa Keuangan Negara (BPK) yang memiliki kewenangan konstitusional, sedangkan instansi lainnya seperti Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP)/Inspektorat/Satuan Kerja Perangkat Daerah tetap berwenang melakukan pemeiksaan dan audit pengelolaan keuangan Negara. Namun, tidak berwenang menyatakan atau men-daclare adanya kerugian keuangan Negara. Dalam hal tertentu Hakim berdasarkan fakta persidangan dapat menilai adanya kerugian Negara dan Besarnya Kerugian Negara.’’

Bahwa adapun  kronologis penetapan tersangka  PEMOHON adalah sebagai berikut :

Pada hari Jumat, 1 April 2011 PEMOHON menerima suat panggilan hal permintaan keterangan dan data Nomor: B/104/IV/2022/Reskrim ;

Pada hari Kamis, 1 September PEMOHON menerima surat panggilan dari TERMOHON hal keterangan sebagai saksi Nomor surat : S.pgl/453/IX/2022/reskrim ;Pada hari Selasa, tanggal 30 Agustus 2022, TERMOHON menerbitkan Surat Perintah Penyidikan Nomor : 335/VII/2022 tanggal 30 Agustus 2022 ;Pada hari Rabu, tanggal 31 Agustus 2022, TERMOHON menerbitkan Surat Perintah Dimulainya Penyidikan atau SPDP Nomor: A.3/203/VIII/2022/Reskrim tanggal 31 Agustus 2022 ;Pada hari Kamis, tanggal 13 Oktober 2022 PEMOHON Menerima Surat Ketetapan Nomor : SP.Tap/203.a/X/2022/Reskrim Tentang Penetapan Tersangka dalam hal ini adalah PEMOHON ;Pada hari Selasa, 18 Oktober 2022, PEMOHON menerima Surat Panggilan untuk dimintai keterangan sebagai Tersangka berdasarkan surat Nomor :S.pgl/301/X/2022/Reskrim tanggal 18 Oktober 2022 ;

Bahwa perlu untuk dicermati dan digarisbawahi bahwai dengan diterbitkanya Surat Penetapan Tersangka  yang telah menetapkan PEMOHON sebagai Tersangka dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi, memperlihatkan bahwa penetapan PEMOHON sebagai Tersangka dilakukan tanpa mempunyai sekurang-kurangnya 2 bukti permulaan yang sah sebagaimana yang telah ditentukan dalam Pasal 1 angka 5 KUHAP jo. Pasal 1 angka 2 KUHAP

Pasal 1 angka 5 KUHAP menyatakan:

Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini. Pasal 1 angka 2 KUHAP menyatakan:

“Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti-bukti yang sah, dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya”

Bahwa dari ketentuan Pasal 1 angka (2) KUHAP tersebut, makna dari penyidikan adalah dalam rangka terlebih dahulu mencari dan mengumpulkan bukti untuk membuat terang suatu tindak pidana yang terjadi. Dari bukti-bukti tersebut kemudian baru ditetapkan tersangkanya. Akan tetapi faktanya, terhadap PEMOHON telah ditetapkan terlebih dahulu sebagai tersangka tanpa terlebih dahulu dilakukan tindakan-tindakan penyidikan, yakni mencari serta mengumpulkan bukti-bukti untuk membuat terang peristiwa pidana, atau perbuatan apa yang dilakukan oleh PEMOHON, serta bukti-bukti apa saja yang terkait dengan tuduhan TERMOHON, melainkan langsung ditetapkan sebagai tersangka. Dengan demikian tidak jelas bukti permulaan yang mana yang dijadikan dasar oleh TERMOHON dalam menetapkan PEMOHON sebagai Tersangka ;

Bahwa oleh karena itu, penetapan PEMOHON sebagai Tersangka sebagaimana disebutkan dalam Surat Ketetapan Nomor : SP.Tap/203.a/X/2022/Reskrim Tentang Penetapan Tersangka tanggal 13 Oktober 2022 tidak didasarkan atas bukti permulaan yang sah, sebab TERMOHON  tidak mempuntai bukti-bukti yang sah guna membuat terang suatu tindak pidana. Dengan demikian penetapan tersangka atas diri Termohon jelas-jelas tidak melalui prosedur sebagaimana yang telah ditentukan dalam KUHAP, dan SOP Penyidikan TERMOHON sendiri, sehingga penetapan Status Tersangka  PEMOHON tidak berdasar dan patut untuk dibatalkan ;

Bahwa TERMOHON dalam menetapkan seseorang menjadi Tersangka diwajibkan oleh Undang-Undang untuk memiliki kehati-hatian yang sangat tinggi ;

Bahwa prinsip kehati-hatian ini juga tercermin dari standar ketentuan Undang-undang yang berlaku untuk penetapan Tersangka oleh TERMOHON, standar ketentuan penetapan tersangka oleh Kepolisian. Dalam proses penyidikan di Kepolisian, untuk dapat menetapkan seseorang sebagai tersangka, Pasal 1 angka 14 KUHAP hanya meminta bukti permulaan yang cukup, MENSYARATKAN PENETAPAN TERSANGKA BERDASARKAN ADANYA MINIMAL 2 (DUA) ALAT BUKTI YANG SAH ;

Bahwa dalam menetapkan PEMOHON menjadi Tersangka, TERMOHON terkesan tergesa-gesa, serta tidak mendasari dengan adanya 2 (dua) alat bukti yang sah;

Bahwa mengenai barang bukti dan alat bukti, keduanya sebenarnya memiliki perbedaan pengertian yang signifikan. KUHAP sebenarnya tidak menyebutkan secara jelas tentang apa yang dimaksud dengan barang bukti. Pengertian mengenai barang bukti juga dikemukakan dengan doktrin oleh beberapa ahli hukum, diantaranya :

Prof. Andi Hamzah, dalam bukunya yang berjudul Hukum Acara Pidana halaman 254, menyatakan : Barang bukti dalam perkara pidana, adalah barang bukti mengenai mana delik tersebut dilakukan (objek delik) dan barang dengan mana delik dilakukan (alat yang dipakai untuk melakukan delik), termasuk juga barang yang merupakan hasil dari suatu delik.

Ansori Hasibuan, yang berpendapat bahwa : Barang bukti adalah barang yang digunakan oleh terdakwa untuk melakukan suatu delik atau sebagai hasil suatu delik, disita oleh penyidik untuk digunakan sebagai barang bukti di pengadilan. Bila kita bandingkan dengan sistem Common Law seperti di Amerika Serikat, alat-alat bukti tersebut sangat berbeda.

Prof. Andi Hamzah dalam bukunya berpendapat, bahwa dalam Criminal Procedure Law Amerika Serikat, yang disebut forms of evidence atau alat bukti adalah real evidence, documentary evidence, testimonial evidence, dan judicial notice. Dalam sistem common law ini, real evidence (barang bukti) merupakan alat bukti yang paling bernilai. PADAHAL REAL EVIDENCE (BARANG BUKTI) INI TIDAK TERMASUK SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM SISTEM HUKUM ACARA PIDANA INDONESIA.

Bahwa pengaturan mengenai alat bukti yang sah secara tegas dan limitatif diatur dalam Pasal 184 (1) KUHAP, yaitu:

 “Alat bukti yang sah ialah :

keterangan saksi;

keterangan ahli;

surat;

petunjuk;

keterangan terdakwa”

Selanjutnya, Martiman Prodjohamidjojo, SH., dalam bukunya yang berjudul Sistem Pembuktian dan Alat-alat Bukti, mengatakan sistem hukum acara pidana di Indonesia menganut sistem pembuktian undang-undang secara negatif (negatief wettelijke bewijs theorie), yang artinya hanya alat bukti yang sah menurut undang-undang yang dapat dipergunakan untuk pembuktian dan di luar ketentuan tersebut tidak dapat dipergunakan sebagai alat bukti yang sah;

Bahwa TERMOHON dalam menetapkan PEMOHON sebagai Tersangka tidak didasari dengan bukti permulaan yang cukup sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 1 angka 14 KUHAP Pasal 1 angka 14 KUHAP, menyatakan: “Tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana” ;

Bahwa ketentuan dalam Pasal 1 angka 14 KUHAP ini kemudian diperluas dengan adanya Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 Oktober 2014, yang mendefinisikan maksud dari bukti permulaan adalah minimal dua alat bukti yang termuat dalam Pasal 184 KUHAP. Sehingga jelas terlihat TERMOHON sebelum membuat penetapan tersangka harus terlebih dahulu memiliki minimal 2 (dua) alat bukti yang sah;

Bahwa dengan demikian penetapan Tersangka terhadap  PEMOHON oleh TERMOHON nyata-nyata TIDAK DIDASARI DENGAN ALAT BUKTI YANG SAH, SEHINGGA SYARAT MENGENAI BUKTI PERMULAAN YANG CUKUP BERDASARKAN PASAL 184 KUHAP TIDAK TERPENUHI, dan karenanya penetapan Tersangka terhadap diri PEMOHON oleh TERMOHON TIDAK SESUAI DENGAN KETENTUAN PASAL 1 ANGKA 14 KUHAP SERTA DAPAT DI BATALKAN DEMI HUKUM 

Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan di atas, jelas bahwa penetapan PEMOHON sebagai Tersangka sangat dibuat-buat, dipaksakan, dan tindakan tersebut merupakan tindakan yang PREMATUR, dan TIDAK BERDASAR HUKUM 

Berdasarkan uraian tersebut di atas, PEMOHON dengan ini memohon agar Yang Terhormat Ketua Pengadilan Negeri Bale Bandung Kelas 1 A C.q. Majelis Hakim Tunggal yang memeriksa dan mengadili Permohonan Praperadilan a quo berkenan menjatuhkan putusan dengan amar putusan sebagai berikut

MENGADILI

Mengabulkan Permohonan Praperadilan PEMOHON untuk seluruhnya;

Menyatakan Tindakan TERMOHON dalam Menetapkan Status Tersangka terhadap diri PEMOHON dengan dugaan tindak pidana korupsi terkait pelaksanaan program MGM (Member Get Member) yang diselenggarakan oleh PT. Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk KCP Pangalengan Kantor Cabang Soreang pada periode bulan Juli 2019 s/d Mei 2021 sebagai mana dimaksud dalam pasal 2 dan atau pasal 3 Undang-undang nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Sebagai mana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-undang nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi adalah tindak sah dan tidak berkekuatan hukum ;

Menyatakan batal demi hukum dan tidak sahnya  penetapan Tersangka terhadap ACH M SYAM PRADIPTA/ ACHMAD  MAJUDIN SYAM PRADIPTA.SE dalam hal ini sebagai PEMOHON  yang diterbitkan oleh KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH JAWA BARAT RESOR KOTA BANDUNG, Cq. PENYIDIK / PENYIDIK PEMBANTU UNIT TIPIDKOR POLRESTA BANDUNG  berdasarkan Surat Ketetapan Nomor : SP.Tap/203.a/X/2022/Reskrim Tentang Penetapan Tersangka tanggal 13 Oktober 2022 

Memerintahkan TERMOHON untuk secepatnya menerbitkan SURAT PRINTAH PENGHENTIAN PENYIDIKAN terhadap diri PEMOHON dalam  dugaan tindak pidana korupsi terkait pelaksanaan program MGM (Member Get Member) yang diselenggarakan oleh PT. Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk KCP Pangalengan Kantor Cabang Soreang pada periode bulan Juli 2019 s/d Mei 2021, dengan menerbitkan Surat Penghentian Penyidikan 

Membebankan biaya perkara Permohonan Peraperadilan kepada TERMOHON Sejumlah Nihil.

      Atau. Apabila Ketua Pengadilan Negeri Bale Bandung Kelas 1-A Cq. Majelis Hakim tunggal yang menanggani Permohonan Praperadilan ini berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono).

Pihak Dipublikasikan Ya