Sistem Informasi Penelusuran Perkara
PENGADILAN NEGERI BALE BANDUNG
INFORMASI DETAIL PERKARA



Nomor Perkara Pemohon Termohon Status Perkara
5/Pid.Pra/2022/PN Blb IKEU RAHMAWATI Pemerintah RI PRESIDEN Cq. KAPOLRI Cq. Kapolda Jawa Barat KAPOLDA Cq. Kepolresta Bandung Minutasi
Tanggal Pendaftaran Senin, 26 Sep. 2022
Klasifikasi Perkara Sah atau tidaknya penetapan tersangka
Nomor Perkara 5/Pid.Pra/2022/PN Blb
Tanggal Surat Senin, 26 Sep. 2022
Nomor Surat --------
Pemohon
NoNama
1IKEU RAHMAWATI
Termohon
NoNama
1Pemerintah RI PRESIDEN Cq. KAPOLRI Cq. Kapolda Jawa Barat KAPOLDA Cq. Kepolresta Bandung
Kuasa Hukum Termohon
Petitum Permohonan

Dalam hal ini bertindak berdasarkan Surat Kuasa Khusus tertanggal 25 September 2022, baik secara bersama-sama ataupun sendiri-sendiri untuk dan atas namaIKEU RAHMAWATI
selanjutnya disebut sebagai -----------------------------------------------------------PEMOHON

——————————–M E L A W A N——————————–
Pemerintah Republik Indonesia (PRESIDEN RI), Cq. Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (KAPOLRI), Cq. Kepala Kepolisian Daerah Jawa Barat (KAPOLDA), Cq. Kepala Kepolisian Resor Kota Bandung(POLRESTA BANDUNG) di Jalan Bhayangkara No. 01 Soreang, Kabupaten Bandung.
Untuk selanjutanya disebut sebagai -------------------------------------------------TERMOHON

untuk mengajukan permohonan Praperadilan terhadap Penetapan sebagai tersangka dalam dugaan Penipuan dan  Penggelapan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 378 dan Pasal 372 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana oleh Polri Kepolisian Resor Kota Bandung(POLRESTA)Unit Tipidkor.
Adapun yang menjadi alasan permohonan pemohon adalah sebagai berikut :
I. DASAR HUKUM PERMOHONAN PRAPERADILAN
a.Tindakan upaya paksa, seperti penetapan tersangka, penangkapan, penggeledahan, penyitaan,  penahanan, dan penuntutan yang dilakukan dengan melanggar peraturan perundang-undangan pada dasarnya merupakan suatu tindakan perampasan hak asasi manusia. Menurut Andi Hamzah (1986:10) praperadilan merupakan tempat mengadukan pelanggaran Hak Asasi Manusia, yang memang pada kenyataannya penyusunan KUHAP banyak disemangati dan berujukan pada Hukum Internasional yang telah menjadi International Customary Law. Oleh karena itu, Praperadilan menjadi satu mekanisme kontrol terhadap kemungkinan tindakan sewenang-wenang dari penyidik atau penuntut umum dalam melakukan tindakan tersebut. Hal ini bertujuan agar hukum ditegakkan dan perlindungan hak asasi manusia sebagai tersangka/terdakwa  dalam pemeriksaan penyidikan dan penuntutan. Di samping itu, praperadilan bermaksud sebagai pengawasan secara horizontal terhadap  hak-hak tersangka/terdakwa dalam pemeriksaan pendahuluan (vide Penjelasan Pasal 80 KUHAP). Berdasarkan pada nilai itulah penyidik atau penuntut umum dalam melakukan tindakan penetapan tersangka, penangkapan, penggeledahan, penyitaan,  penahanan, dan penuntutan agar lebih mengedepankan asas dan prinsip kehati-hatian dalam menetapkan seseorang menjadi tersangka.
b. Bahwa sebagaimana diketahui Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Pasal 1 angka 10 menyatakan :
Praperadilan adalah wewenang pengadilan negeri untuk memeriksa dan memutus menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini, tentang:
1.    Sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan atas permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa tersangka;
2.    Sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan atas permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan;
3.    Permintaan ganti kerugian, atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan.”
c. Bahwa selain itu yang menjadi objek praperadilan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 77 KUHAP diantaranya adalah:
Pengadilan negeri berwenang untuk memeriksa dan memutus, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini tentang:
1.    sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan;
2.    ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan.
d.Dalam perkembangannya pengaturan Praperadilan sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 10 Jo. Pasal 77 KUHAP, sering terjadi tidak dapat menjangkau fakta perlakuan aparatur penegak hukum yang nyata-nyata merupakan pelanggaran hak asasi seseorang, sehingga yang bersangkutan tidak memperoleh perlindungan hukum yang nyata dari Negara. Untuk itu perkembangan yang demikian melalui dapat diakomodirnya mengenai sah tidaknya penetapan tersangka dan sah tidaknya penyitaan telah diakui merupakan wilayah kewenangan praperadilan, sehingga dapat meminimalisasi terhadap perlakuan sewenang-wenang oleh aparat penegak hukum. Dalam kaitan perubahan dan perkembangan hukum dalam masyarakat yang demikian, bukanlah sesuatu yang mustahil terjadi dalam praktik sistem hukum di negara mana pun apalagi di dalam sistem hukum common law, yang telah merupakan bagian dari sistem hukum di Indonesia. Peristiwa hukum inilah yang menurut (alm) Satjipto Rahardjo disebut ”terobosan hukum” (legal-breakthrough) atau hukum yang prorakyat (hukum progresif) dan menurut Mochtar Kusumaatmadja merupakan hukum yang baik karena sesuai dengan perkembangan nilai-nilai keadilan yang hidup dan berkembang dalam masyarakat. Terobosan hukum dan hukum yang baik itu merupakan cara pandang baru dalam memandang fungsi dan peranan hukum dalam pembangunan nasional di Indonesia. Dengan demikian hukum bukan hanya memiliki aspek normatif yang diukur dari kepastiannya melainkan juga memiliki aspek nilai (values) yang merupakan bagian dinamis aspirasi masyarakat yang berkembang dan terkini.
Bahwa berdasarkan Pasal 95 ayat (1) KUHAP, berbunyi “Tersangka, Terdakwa, atau Terpidana berhak menuntut ganti kerugian karena ditangkap, ditahan, dituntut dan diadili atau dikenakan tindakan lain, tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan”.


II. ALASAN PERMOHONAN PRAPERADILAN
A.    AWAL MULA TERJADINYA PERKARA HUKUM
1.    Bahwa pada tanggal 20 Januari 2021 PT. PANDERMAN JAYA(Pelapor) memesan barang jenis Pertashop kepada CV. CENTRAL ULUNG GEMILANG (Terlapor) dengan Nomor Surat Purchase Order: 17/PJPTS/1/2021 Dengan spesifikasi berikut(PO Terlampir):
-    Pertashop 3KL sebanyak 50 unit @ Rp. 67.000.000,- Total Rp. 3.35.000.000,-(tiga milyar tiga ratus lima puluh juta rupiah)
-    Spesifikasi sesuai dengan kwalitas yang dikeluarkan oleh PT. Pindad Internasional Logistic Bandung
-    Waktu Pengerjaan 30 Hari kerja.
Term Of Payment:
-    Uang muka sebesar 30%
-    30% dibayarkan on progress pekerjaan sampai dengan 60%
-    Sisa 40% pelunasan setelah barang terkirim dengan kondisi dan kwalitas yang sesuai yang dikeluarkan oleh PT. Pindad Internasional Logistic Bandung
Purchase Order: 17/PJPTS/1/2021 tanggal 20 Januari tersebut di tanda tangani dan di sepakati bersama dan menjadi perjanjian.
2.    Bahwa pada tanggal 28 Januari 2021 pihak PT. PANDERMAN JAYA(Pelapor) melakukan pembayaran yang telah di sepakati tetapi hanya Rp. 400.000.000,-(empat ratus juta rupiah) yang seharusnya Rp. 1.250.000.000(satu milyar dua ratus lima puluh juta rupiah) kepada CV. CENTRAL ULUNG GEMILANG (Terlapor) sehingga mengganggu jalannya Produksi maka di adakan lah pertemuan pada tanggal 4 Februari 2021 dengan membuat kesepakatan serta dibuatkan risalah Meeting
3.    Bahwa dari pembayaran tersebut CV. CENTRAL ULUNG GEMILANG (Terlapor) menggunakan dana tersebut untuk kepentingan PT. PANDERMAN JAYA(Pelapor) dengan membelanjakan bahan-bahan pertashop serta operasional.
4.    Bahwa pada bulan Februari PT. PANDERMAN JAYA(Pelapor) membayar lagi Rp. 400.000.000,-(empat ratus juta rupiah) yang seharusnya Rp. 1.250.000.000(satu milyar dua ratus lima puluh juta rupiah) jadi total yang di terima  CV. CENTRAL ULUNG GEMILANG (Terlapor) adalah Rp. 800.000.000,-(delapan ratus juta rupiah) sehingga CV. CENTRAL ULUNG GEMILANG (Terlapor) tidak bisa menyelesaikan pesanan pertashop.(bukti pembelajaan terlampir)
5.    Bahwa pengerjaan pembuatan pertashop tersebut telah di laksanakan di saksikan pihak pihak yang ikut dalam pengerjaannnya seperti perwakilan QC PT. Pindad Internasional Logistic Bandung, Perwakilan dari PT. PANDERMAN JAYA(Pelapor) dan barang tersebut menjadi beberapa bagian yaitu:
a.    Barang jadi yang 50 %
b.    Barang jadi yang 20 %
c.    Barang Mentah (bahan pertashop)

6.    Bahwa PT. PANDERMAN JAYA(Pelapor) mengirimkan somasi tanggal 20 April 2021 yang isinya klien kami telah melakukan WANPRESTASI dan di minta untuk mengembalikan semua uang yang telah di kirimkan ke CV. CENTRAL ULUNG GEMILANG (Terlapor).
7.    Bahwa tanpa konfirmasi apapun PT. PANDERMAN JAYA(Pelapor) mengirimkan surat pembatalan Kontrak (PO) sepihak tanggal 17 mei 2021 yang sangat merugikan CV. CENTRAL ULUNG GEMILANG (Terlapor) sehingga pembuatan  pertashop terhenti.
8.    Bahwa seharusnya CV. CENTRAL ULUNG GEMILANG (Terlapor) mendapatkan PDF revisi dari PT. Pindad Internasional Logistic Bandung melalui PT. PANDERMAN JAYA(Pelapor) yang telah di periksa kegiatan pembuatan pertashop oleh QC PT. Pindad Internasional Logistic Bandung akan tetapi malah mendapatkan pemutusan kontrak sepihak oleh PT. PANDERMAN JAYA(Pelapor).
9.    Bahwa Pemohon dari awal mempunyai itikad baik dalam berbisnis tetapi PT. PANDERMAN JAYA(Pelapor). Yang sejak awal tidak menepati janji yang di sepakati.
10.    Bahwa sangat tidak mungkin uang yang telah di terima CV. CENTRAL ULUNG GEMILANG (Terlapor) dapat utuh kembali di karenakan sudah di belanjakan dan di kerjakan pembuatan pertashop oleh Pemohon Praperadilan kecuali Pelapor mengambil barang yang sudah di kerjakan terlapor.
11.    Bahwa akaibat kejadian tersebut PT. PANDERMAN JAYA(Pelapor) melaporkan Pemohon kepada Kepolisian kota bandung (Termohon)Laporan Polisi Nomor : LP/B.333/VIII.2021/SPKT POLRESTA BANDUNG/POLDA JABAR, tanggal 05 Agustus 2021 a.n Pelapor OSI DWIADI
12.    Bahwa akibat laporan tersebut Pemohon di jadikan TERSANGKA pada surat panggilan tanggal 22 Agustus 2022 oleh Termohon.


B.    PERBUATAN PEMOHON MURNI MERUPAKAN HUBUNGAN HUKUM KEPERDATAAN
1.    Bahwa Perkara antara Pelapor dengan Pemohon adalah bentuk Perjanjiandan atas kesepakatan dalam hal pembuatan pertashop yang sebagian telah terlaksana oleh Pemohon dan telah memunculkan perikatan antar kedua belah pihak yang bersifat pos factum, yaitu fakta terjadi setelah peristiwa yang dilaporkan oleh pelapor. Untuk itu hubungan hukum antara kedua belah pihak merupakan hubungan hukum yang bersifat keperdataan.
2.    Bahwa terdapat perbedaan antara Wanprestasi dan Penipuan. Wanprestasi dapat berupa: (I) tidak melaksanakan apa yang diperjanjikan; (II) melaksanakan yang diperjanjikan tapi tidak sebagaimana mestinya; (III) melaksanakan apa yang diperjanjikan tapi terlambat; atau (IV) melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan. Pihak yang merasa dirugikan akibat adanya wanprestasi bisa menuntut pemenuhan perjanjian, pembatalan perjanjian atau meminta ganti kerugian pada pihak yang melakukan wanprestasi. Ganti kerugiannya bisa meliputi biaya yang nyata-nyata telah dikeluarkan, kerugian yang timbul sebagai akibat adanya wanprestasi tersebut, serta bunga. Wanprestasi ini merupakan bidang hukum perdata. Sedangkan penipuan masuk ke dalam bidang hukum pidana (delik pidana) (ps. 378 KUHP). Seseorang dikatakan melakukan penipuan apabila ia dengan melawan hak bermaksud hendak menguntungkan diri sendiri atau orang lain. “Melawan hak” .
3.    Bahwa berdasar pada kenyataan yang terjadi pada Pemohon, antara pemohon dengan pelapor diikat melalui perjanjian yang sama-sama beritikat baik untuk memenuhi perjanjian, tidak ada maksud melakukan penipuan untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain, sehinga dengan demikian tidak tepat apabila Pemohon disangka melakukan dugaan Penipuan dan  Penggelapan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 378 dan Pasal 372 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, karena hubungan hukumnya merupakan hubungan hukum keperdataan.
4.    Mahkamah Agung telah menetapkan kaidah hukum yang dituangkan dalam Yurisprudensi No 4/Yur/Pid/2018 yang mana pada intinya menyebutkan:
Para pihak yang tidak memenuhi kewajiban dalam perjanjian yang dibuat secara sah bukan penipuan, namun wanprestasi yang masuk dalam ranah keperdataan, KECUALI JIKA PERJANJIAN TERSEBUT DIDASARI DENGAN ITIKAD BURUK/TIDAK BAIK.
5.    Bahwa dapat disimpulkan, wanprestasi itu adalah kelalaian atau kealpaan yang dapat berupa 4 macam yaitu:
1.    Tidak melakukan apa yang telah disanggupi atau dilakukannya.
2.    Melaksanakan apa yang telah diperjanjikannya, tetapi tidak sebagaimana yang diperjanjikan.
3.    Melakukan apa yang diperjanjikan tetapi terlambat.
4.    Melakukan suatu perbuatan yang menurut perjanjian tidak dapat dilakukan.
6.    Berdasarkan penjelasan di atas, maka pengertian wanprestasi itu sendiri bisa didefinisikan sebagai tidak melakukan prestasi, melakukan prestasi tapi tidak sesuai, melakukan prestasi tapi terlambat, dan melakukan sesuatu perbuatan yang tidak dapat dilakukan menurut perjanjian yang telah ditetapkan oleh pihak-pihak tertentu dalam suatu perikatan, baik perikatan yang lahir dari perjanjian maupun perikatan yang timbul karena undang-undang.
7.    Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka tidak dapat dikatakan Pemohon dapat kenakan Pasal-Pasal dalam dugaan Penipuan dan  Penggelapan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 378 dan Pasal 372 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana seperti halnya dilakukan Termohon kepada Pemohon.
Bahwa didasari dengan surat kesepakatan SuratPurchase Order: 17/PJPTS/1/2021 serta di kerjakan oleh terlapor, barangnya ada namun di putus kontrak sepihak oleh pelapor jelas yang dirugikan adalah terlapor, unsur Penipuannya sangat tidak bisa di buktikan.
D.    PENETAPAN PEMOHON SEBAGAI TERSANGKA MERUPAKAN TINDAKAN KESEWENANG-WENANGAN DAN BERTENTANGAN DENGAN ASAS KEPASTIAN HUKUM
1.    Indonesia adalah negara demokrasi yang menjunjung tinggi hukum dan Hak azasi manusia (HAM) sehingga azas hukum presumption of innosence atau azas praduga tak bersalah menjadi penjelasan atas pengakuan kita tersebut. Bukan hanya kita, negarapun telah menuangkan itu kedalam Konstitusinya (UUD 1945 pasal 1 ayat 3) yang berbunyi “Negara Indonesia adalah negara hukum” artinya kita semua tunduk terhadap hukum dan HAM dalam kehidupan berbangsa dan bernegara kita termasuk dalam proses penegakan hukum, jika ada hal yang kemudian menyampingkan hukum dan Hak Azasi Manusia tersebut. Maka negara wajib turun tangan melalui perangkat-perangkat hukumnya untuk menyelesaikan.
2.    Menurut Sudikno Mertukusumo kepastian hukum merupakan sebuah jaminan bahwa hukum tersebut harus dijalankan dengan cara yang baik. Kepastian hukum menghendaki adanya upaya pengaturan hukum dalam perundang-undangan yang dibuat oleh pihak yang berwenang dan berwibawa, sehingga aturan-aturan itu memiliki aspek yuridis yang dapat menjamin adanya kepastian bahwa hukum berfungsi sebagai suatu peraturan yang harus ditaati.
3.    Oemar Seno Adji menentukan prinsip ‘legality‘ merupakan karakteristik yang essentieel, baik ia dikemukakan oleh ‘Rule of Law’ – konsep, maupun oleh faham ‘Rechtstaat’ dahulu, maupun oleh konsep ‘Socialist Legality’. Demikian misalnya larangan berlakunya hukum Pidana secara retroaktif atau retrospective, larangan analogi, berlakunya azas ‘nullum delictum’ dalam Hukum Pidana, kesemuanya itu merupakan suatu refleksi dari prinsip ‘legality’
4.    Bahwa dalam hukum administrasi negara Badan/Pejabat Tata Usaha Negara dilarang melakukan Penyalahgunaan Wewenang. Yang di maksud dengan Penyalahgunaan wewenang meliputi melampaui wewenang, mencampuradukkan wewenang dan bertindak sewenang-wenang. Melampaui wewenang adalah melakukan tindakan di luar wewenang yang telah ditentukan berdasarkan perundang-undangan tertentu. Mencampuradukkan kewenangan dimana asas tersebut memberikan petunjuk bahwa “pejabat pemerintah atau alat administrasi negara tidak boleh bertindak atas sesuatu yang bukan merupakan wewenangnya atau menjadi wewenang pejabat atau badan lain”. Menurut Sjachran Basah “abus de droit” (tindakan sewenang-wenang), yaitu perbuatan pejabat yang tidak sesuai dengan tujuan di luar lingkungan ketentuan perundang-undangan. Pendapat ini mengandung pengertian bahwa untuk menilai ada tidaknya penyalahgunaan wewenang dengan melakukan pengujian dengan bagaiamana tujuan dari wewenang tersebut diberikan (asas spesialitas).
5.    Bertindak sewenang-wenang juga dapat diartikan menggunakan wewenang (hak dan kekuasaan untuk bertindak) melebihi apa yang sepatutnya dilakukan sehingga tindakan dimaksud bertentangan dengan ketentuan Peraturan Perundang-Undangan. Penyalahgunaan wewenang juga telah diatur dalam Pasal 17 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Selain itu dalam Pasal 52 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan disebutkan tentang syarat sahnya sebuah Keputusan, yakni meliputi :
– ditetapkan oleh pejabat yang berwenang
– dibuat sesuai prosedur; dan
– substansi yang sesuai dengan objek Keputusan

Bahwa sebagaiman telah Pemohon uraikan diatas, bahwa Penetapan tersangka Pemohon dilakukan dengan tidak terpenuhinya prosedur menurut ketentuan peraturan-perundang undangan yang berlaku.
6.    Sehingga apabila sesuai dengan ulasan Pemohon dalam Permohonan A Quo sebagaimana diulas panjang lebar dalam alasan Permohonan Praperadilan ini dilakukan tidak menurut ketentuan hukum yang berlaku, maka seyogyanya menurut Pasal 56 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan adalah sebagai berikut :
•    “Keputusan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam pasal 52 ayat (1) huruf a merupakan Keputusan yang tidak sah”
•    Keputusan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam pasal 52 ayat (1) huruf b dan c merupakan Keputusan yang batal atau dapat dibatalkan
7.    Berdasarkan ulasan mengenai sah dan tidaknya sebuah Keuputusan apabila dihubungkan dengan tindakan hukum yang dilakukan oleh Termohon kepada Pemohon dengan menetapkan Pemohon sebagai tersangka yang dilakukan dan ditetapkan oleh prosedur yang tidak benar, maka Majelis hakim Pengadilan Negeri Bale Bandung yang memeriksa dan mengadili perkara A Quo dapat menjatuhkan putusan bahwa segala yang berhubungan dengan penetapan tersangka terhadap Pemohon dapat dinyatakan merupakan Keputusan yang tidak sah dan dapat dibatalkan menurut hukum.

A.    Bahwa TERMOHON  telah merugikan pihak PEMOHON, karena akibat kekeliruannya (keliru berarti salah, khilaf, sesat, tertukar) dalam menerapkan hukum yaitu, Menjadikan PEMOHON sebagai TERSANGKA, atas dugaan melakukan tindak Pidana Penggelapan sebagaimana dimaksud  Pasal 378 KUHP dan atau Pasal 372 KUHP;
B.    Bahwa karena keliru menerapkan hukum, berarti TERMOHON  telah memenuhi Pasal 1366 KUHPerdata, yang berbunyi “Setiap orang bertanggung jawab tidak saja untuk kerugian yang disebabkan oleh perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan kelalaian atau kurangnya hati-hatinya”, karena keliru artinya sama dengan khilaf, khilaf adalah lalai atau kurang hati-hatinya dan tidak dapat dikatakan melawan hukum, namun kekurang hati-hatiannya telah menyebabkan PEMOHON menjadi dirugikan secara materil dan nama baiknya;
C.    Bahwa dengan demikian berdasar 1366 KUHPerdata, maka kekeliruannya dalam menerapkan hukum, yang berakibat PEMOHON kehilangan kemerdekaannya;

Berdasar pada argument dan fakta-fakta yuridis diatas, Pemohon mohon kepada Majelis Hakim Pengadilan Negeri Bale Bandung yang memeriksa dan mengadili perkara A Quo berkenan memutus perkara ini sebagai berikut :
1.    Menyatakan diterima permohonan Pemohon Praperadilan untuk seluruhnya;
2.    Menyatakan tindakan Termohon menetapkan Pemohon sebagai tersangka dengan dugaan Penipuan dan Penggelapan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 378 dan Pasal 372 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana oleh Termohon (POLRESTA BANDUNG) TIDPIKOR adalah tidak sah dan tidak berdasarkan atas hukum dan oleh karenanya penetapan tersangka a quo tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,tidak sah dan tidak berdasarkan atas hukum karena telah melakukan kekeliruan dalam penerapan hukum;
3.    Menyatakan tidak sah segala keputusan atau penetapan yang dikeluarkan lebih lanjut oleh Termohon yang berkenaan dengan penetapan tersangka atas diri Pemohon oleh Termohon;
4.    Memerintahkan kepada Termohon untuk menghentikan penyidikan terhadap perintah penyidikan kepada Pemohon;
5.    Memerintahkan Kepada Termohon untuk tunduk terhadap putusan setelah saat di bacakan;
6.    Menghukum Termohon untuk membayar biaya perkara;
PEMOHON  sepenuhnya memohon kebijaksanaan Yang Terhormat Majelis Hakim Pengadilan Negeri Bandung yang memeriksa, mengadili dan memberikan putusan terhadap Perkara aquo  dengan tetap berpegang pada prinsip keadilan, kebenaran dan rasa kemanusiaan.

 

Pihak Dipublikasikan Ya